JAKARTA – Kebijakan
pelarangan penjualan minyak goreng curah per 1 Januari 2022 dikritik oleh
Gerindra. Aturan larangan tersebut tertuang dalam
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2020.
Ahmad Muzani Ketua Fraksi Gerindra
DPR RI menilai larangan penjualan tersebut akan memberatkan masyarakat
khususnya rumah tangga pas-pasan, pedagang kecil, dan sektor
UMKM.
"Oleh sebab itu, Fraksi Gerindra DPR RI meminta agar pemerintah
meninjau ulang atau mencabut peraturan tersebut, karena akan memberatkan bagi
keluarga yang pendapatannya pas-pasan, pedagang kecil, dan UMKM yang baru saja
bangkit secara bertahap dari krisis yang disebabkan pandemi COVID-19,"
kata Muzani dalam pernyataan tertulis, Jumat (26/11/2021).
Selanjutnya, Muzani menerangkan bahwa dampak dari pelarangan tersebut adalah
meningkatnya beban produksi akibat pengalihan dari minyak goreng curah ke
minyak goreng kemasan yang harganya lebih mahal, dengan selisih harga sekitar
Rp 5.000 per liter. Sehingga dari pelarangan tersebut akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat.
"Sektor usaha yang menggunakan minyak goreng curah sebagai basis
produksinya seperti goreng-gorengan yang tersaji di banyak warung dan tukang
gorengan akan menanggung biaya produksi yang lebih tinggi. Hal itu akan
mempengaruhi daya saing di pasar. Demikian juga biaya rumah tangga yang
ekonominya pas-pasan, sehingga itu akan memberatkan daya beli mereka,"
ulas Sekjen Gerindra ini.
Menurut Sekjen DPP Gerindra
ini, kebijakan pelarangan penjualan minyak goreng curah ini tidak sejalan
dengan semangat pemerintah dalam upaya pemulihan ekonomi nasional. Dia juga
menilai alasan pelarangan minyak goreng curah ini mengada-ada.
"Ini tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah yang ingin
memperdayakan dan memperkuat UMKM dan meningkatkan daya beli masyarakat. Di
satu sisi ada political will, tapi di sisi lain ada kebijakan yang justru
membebani biaya dan beban baru bagi UMKM, seperti 'yoyo'. Kebijakan ini kadang
ditarik ke atas, kadang dilepas ke bawah, maka Partai Gerindra meminta agar
Peraturan Menteri Perdagangan ini ditinjau ulang atau dicabut," papar
Wakil Ketua MPR itu.
Tulis Komentar